Laporan Pendahuluan TB Paru 2017
A.
Konsep Dasar Medik
1.
Pengertian
Tuberkulosis
adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis
yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini
dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan luka terbuka
pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal
dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut. (Sylvia A.price dalam Amin
& Hardhi, 2015)
Tuberkulosis
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui percikan dahak (droplet)
dari penderita tuberkulosis kepada individu yang rentan. Sebagian besar kuman Mycobacterium
tuberculosis menyerang paru, namun dapat juga menyerang organ lain seperti
pleura, selaput otak, kulit, kelenjar limfe, tulang, sendi, usus, sistem
urogenital, dan lain-lain. (Kemenkes RI, 2015)
Tuberkulosis
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Price, 2001 dalam
Nixson Manurung, 2016)
Tuberkulosis
atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium
tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian
bawah yang sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal
sebagai focus primer dari ghon. (Hood Alsagaff, 1995 dalam Andra
& Yessie, 2013)
Tuberkulosis
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini menular langsung melalui droplet orang
yang telah terinfeksi kuman/basil tuberkulosis. (WHO, 2014 dalam Najmah, 2016).
2.
Anatomi
fisiologi
Reiza Farandika
(2014) menjelaskan tentang anatomi fisiologi dari sitem pernapasan adalah
sebagai berikut:
a.
Anatomi
sistem pernapasan
1)
Rongga
hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung
termasuk alat pernapasan pada manusia paling luar, dan merupakan alat
pernapasan paling awal. Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum
nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat
kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).
Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masujk lewat saluran
pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi
menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang
mempunyai banyak kapiler darah yag berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di
sebelah rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang
disebut choanae.
2)
Faring
Dari rongga
hidung udara yang hangat dan lembab selanjutnya masuk ke faring. Faring
adalah suatu saluran yang menyerupai tabung sebagai persimpangan tempat
lewatnya makanan dan udara. Faring terletak diantara rongga hidung dan
kerongkongan. Pada bagian ujung bawah faring terdapat katup yang disebut
epiglotis. Epiglotis merupakan katup yang mengatur agar makanan
dari masuk ke kerongkongan, tidak ke tenggorokan. Pada saat menelan , epiglotis
menutup laring. Dengan cara ini, makanan atau cairan tidak bisa masuk ke
tenggorokan.
3)
Laring
Antara faring
dan tenggorokan terdapat struktur yang disebut laring. Laring merupakan tempat
melekatnya pita suara. Pada saat kamu berbicara, pita suara akan mengencang
atau mengendor. Suara dihasilkan apabila udara bergerak melewati pita suara dan
menyebabkan terjadinya getaran. Pita suara pada laki-laki lebih panjang
dibanding pita suara perempuan.
4)
Tenggorokan
(Trakea)
Tenggorokoan
berbentuk seperti pipa dengan panjang kurang lebih 10 cm. Di paru-paru trakea
bercabang dua membentuk bronkus. Dinding tenggorokan terdiri atas tiga
lapisan berikut:
a)
Lapisan
paling luar terdiri atas jarigan ikat.
b)
Lapisan
tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan. Trakea tersusun
atas 16-20 cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C. Bagian belakang cincin
tulang rawan ini tidak tersambung dan menenmpel pada esofagus. Hal ini
berguna untuk mempertahankan trakea tetap terbuka
c)
Lapisan
terdalam terdiri atas jaringan epitelium bersilia yang menghasilkan
banyak lendir. Lendir ini berfungsi menangkap debu dan mikroorganisme
yang masuk saat menghirup udara.
Selanjutnya, debu dan mikroorganisme tersebut didorong oleh
gerakan silia menuju bagian belakang mulut.
Akhirnya, debu dan mikroorganisme tersebut dikeluarkan
dengan cara batuk. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang
masuk bersama udara pernapasan.
5)
Cabang
tenggorokan (Bronkus)
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang, yang satu
menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri. Bronkus yang
ke arah kiri lebih panjang, sempit, dan mendatar daripada yang ke arah kanan.
Hal ini yang mengakibatkan paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit.
Struktur dinding bronkus hampir sama dengan trakea. Perbedaannya
dinding trakea lebih tebal dripada dinding bronkus. Bronkus akan
bercabang menjadi bronkiolus. Bronkus kanan bercabang menjadi
tiga bronkiolus sedangkan bronkus kiri bercabang menjadi dua bronkiolus.
6)
Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus
bercabang-cabang menjadi saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya
semakin tipis. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan tetapi rongganya
bersilia. Setiap bronkiolus bermuara ke alveolus.
7)
Alveolus
Bronkiolus bermuara pada alveol
(tunggal: alveolus), struktur berbentuk bola-bola mungil yang diliputi
oleh pembuluh-pembuluh darah. Epitel pipih yang melapisi alveoli memudahkan
di dalam kapiler-kapiler darah mengikat oksigen dari udara dalam rongga alveolus.
8)
Paru-paru
Paru-paru terletak didalam rongga dada.
Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu sekat disebut diafragma.
Paru-paru ada dua buah yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru
kanan terdiri atas tiga gelambir (lobus) yaitu gelambir atas, gelambir
tengah, dan gelambir bawah. Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir
yaitu gelambir atas dan gelambir bawah. Paru-paru diselimuti oleh suatu selaput
paru-paru (pleura). Kapasitas maksimal paru-paru berkisar sekitar 3,5
liter.
Udara yang keluar masuk paru-paru
pada waktu melakukan pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara tidal).
Volume udara pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 ml. Setelah kita
melakukan inspirasi biasa, kita masih bisa menarik napas sedalam-dalamnya.
Udara yang dapat masuk setelah mengadakan inspirasi biasa disebut udara
komplementer, volumenya lebih kutrang 1500 ml.
Setelah kita melakukan ekspirasi
biasa, kita masih bisa menghembuskan napas sekuat-kuatnya. Udara yang dapat
dikeluarkan setelah ekspirasi biasa disebut udara suplementer, volumenya lebih
kurang 1500 ml.
Walaupun kita mengeluarkan napas
dari paru-paru dengan sekuat-kuatnya ternyata dalam paru-paru masih ada udara
disebut udara residu. Volume udara residu lebih kurang 1500 ml. Jumlah volume
udara pernapasan, udara komplementer, dan udara suplementer disebut kapasitas
vital paru-paru.
b.
Fisiologi
pernapasan
Proses pernapasan pada manusia dapat
terjadi secara sadar maupun secara tidak sadar. Pernapasan secara sadar terjadi
jika kita melakukan pengaturan-pengaturan saat bernapas, misalnya pada saat
latihan dengan cara menarik napas panjang, kemudian menahannya beberapa saat, lalu mengeluarkannya.
Pernapasan secara tidak sadar yaitu pernapasan yang dilakukan secara otomatis
dan dikendalikan oleh saraf di otak, mislanya pernapasan yang terjadi saat kita
tidur.
Dalam pernapasan selalu terjadi dua
siklus, yaitu inspirasi (menghirup udara). Berdasarkan cara melakukan inspirasi
dan ekspirasi serta tempat terjadinya, manusia dapat melakukan dua mekanisme
pernapasan, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
1)
Pernapasan
dada
Proses inspirasi ini diawali dengan
berkontraksinya muskulus interkostalis (otot antartulang rusuk),
sehingga menyebabkan terangkatnya tulang rusuk. Keadaan ini mengakibatkan
rongga dada membesar dan paru-paru mengembang. Paru-paru yang mengembang
menyebabkan tekanan udara rongga paru-paru menjadi lebih renda dari tekanan
udara luar. Dengan demikian, udara luar masuk ke dalam paru-paru.
Mekanismenya dapat dibedakan sebagai
berikut:
a)
Fase
inspirasi
Fase ini berupa berkontraksinya otot
antartulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga
dada menjadi lebih kecil darpada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya
oksigen masuk.
b)
Fase
ekspirasi
Fase ini merupakan fase relaksasi
atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh
turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya,
tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar,
sehingga udara dalam rongga dada yang kaya akan karbon dioksida keluar.
2)
Pernapasan
perut
Mekanisme proses inspirasi
pernapasan perut diawali dengan berkontraksinya otot diafragma yang semula
melengkung berubah menjadi datar. Keadaan diafragma yang datar mengakibatkan
rongga dada dan paru-paru mengembang. Tekanan udara yang rendah dalam paru-paru
menyebabkan udara dari luar masuk ke dalam paru-paru.
Mekanisme pernapasan perut dapat
dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut:
a)
Fase
inspirasi
Pada fase ini otot diafragma
berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan
tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.
b)
Fase
ekspirasi
Fase ekspirasi merupakan fase
berelaksasinya otot diafragma (kembali keposisi semula, mengembang) sehingga
rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar
dari paru-paru.
3)
Pertukaran
O2 dan CO2
a)
Udara
masuk ke alveolus (ke kapiler-kapiler darah) secara difusi.
b)
Terjadi
proses oksihemoglobin, yaitu hemoglobin (Hb) mengikat O2.
c)
O2
diedarkan oleh darah ke seluruh jaringan tubuh.
d)
Darah
melepaskan O2 sehingga oksihemoglobin menjadi hemoglobin.
e)
O2
digunakan untuk oksidasi menghasilkan energi + CO2+ uap air.
f)
CO2
larut dalam darah dan diangkut darah ke paru-paru, masuk ke alveolus
secara difusi.
g)
CO2
keluar melalui alat pernapasan di rongga hidung.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) adapun faktor-faktor yang
memengaruhi fungsi pernapasan adalah sebagai berikut:
1)
Posisi
tubuh
Pada keadaan duduk atau berdiri
pengembangan paru dan pergerakan diafragma lebih baik daripada posisi datar
atau tengkurap sehingga pernapasan lebih mudah.
2)
Lingkungan
Oksigen di atmosfer sekitar 21%,
namun keadaan ini tergantung dari tempat atau lingkungannya contoh: pada tempat
yang tinggi, dataran tinggi, dan daerah kutub akan membuat kadar oksigen
menjadi berkurang, maka tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan jumlah
pernapasan.
3)
Polusi
udara
Polusi udara yang terjadi baik
karena industri maupun kendaraan bermotor berpengaruh terhadap kesehatan
paru-paru dan kadar oksigen karena mengandung karbon monoksida yang
dapat merusak ikatan oksigen dengan hemoglobin.
4)
Zat
alergen
Beberapa zat alergen dapat
memengaruhi fungsi pernapasan, seperti makanan, zak kimia, atau benda sekitar
yang kemudian merangsang membran mukosa saluran pernapasan sehingga
mengakibatkan vasokonstriksi atau vasodilatasi pembuluh darah, seperti pada pasien
asma.
5)
Gaya
hidup dan kebiasaan
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan
penyakit pernapasan seperti emfisema, bronkitis, kanker, dan infeksi paru
lainnya. Penggunaaan alkohol dan obat-obatan memengaruhi susunan saraf pusat
yang akan mendepresi pernapasan sehingga menyebabkan frekuensi pernapasan
menurun.
6)
Nutrisi
Nutrisi mengandung unsur nutrien
sebagai sumber energi dan untuk memperbaiki sel-sel rusak. Protein berperan
dalam pembentukan hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen untuk disebarkan
keseluruh tubuh.
7)
Peningkatan
aktivitas tubuh
Aktivitas tubuh membutuhkan
metabolisme untuk menghasilkan energi. Metabolisme membutuhkan oksigen sehingga
peningkatan metabolisme akan meningktkan kebutuhan lebih banyak oksigen.
8)
Gangguan
pergerakan paru
Kemampuan pengembangan paru juga
berpengaruh terhadap kemampuan kapasitas dan volume paru. Penyakit yang
mengakibatkan gangguan pengembangan paru diantaranya adalah pneumotoraks dan
penyakit infeksi paru menahun.
9)
Obstruksi
saluran pernapasan
Obstruksi saluran pernapasan seperti
pada penyakit asma dapat menghambat aliran udara masuk ke paru-paru.
3.
Etiologi
Penyebabnya adalah mycobacterium
tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um
dan tebal 0,3-0,6/Um. Sifat kuman:
a.
Sebagian
besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam basa (asam alkohol) disebut bakteri tahan asam (BTA).
b.
Kuman
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis
c.
Kuman
dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.
d.
Kuman
hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag karena
makrofag banyak mengandung lipid.
e.
Kuman
bersifat aerob, kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.
(Nixson Manurung, 2016)
Penyebab
tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosa. Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet.
Ada dua macam Mycobacteria Tuberculosis yaitu tipe Human dan tipe
Bovin. Basil tipe Human bisa berada dibercak ludah (droplet) dan
di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan
terinfeksi bila menghirupnya. (Wim de Jong dalam Amin & Hardhi,
2015)
Setelah
organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan
menyebar kenodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini
dapat menyebabkan TB pada orang lain, dimana infeksi laten dapat bertahan
sampai bertahun-tahun. (Patrick Davey dalam Amin & Hardhi, 2015)
Agen infeksius
utama, mycobacterium culosis adalah batang aerobik tahan asam yang
tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet.
(Andra & Yessie, 2013)
Mary DiGiulio,
dkk (2014) menjelaskan tentang etiologi tuberkulosis adalah sebagai berikut:
Penyakit infeksi yang menyebar dengan rute naik
di udara. Infeksi disebabkan oleh penghisapan air liur yang berisi bakteri
tuberkulosis. Seorang yang terkena infeksi dapat menyebarkan partikel kecil
malalui batuk, bersin, atau berbicara. Berhubungan dekat dengan mereka yang
terinfeksi meningkatkan kesempatan untuk transmisi. Begitu terhisap, organisme
secara khas diam di dalam paru-paru, tetapi dapat menginfeksi organ tubuh
lainnya. Organisme mempunyai kapsul sebelah luar.
TB
primer terjadi ketika pasien pada awalanya terkena infeksi mycobacterium.
Setelah dihirup ke dalam paru-paru, organisme penyebab suatu reaksi
dilokalisir. Ketika makrofag dan T-Lymphocytes berusaha
mengisolasikan dan memusnahkan mycobacterium di dalam paru-paru,
kerusakan juga disebabkan jaringan paru-paru. Luka granulomatous yang
berkembang berisi mycobacterium, makrofag, dan sel lain.
Perubahan necrotic terjadi di dalam luka ini. Granuloma
berkembang sepanjang getah bening sepanjang waktu yang sama. Area ini
menciptakan kompleks Ghon yang merupakan kombinasi dari area yang pada
awalnya terkena infeksi basil yang naik di udara yang disebut fokus Ghon
dan luka geta bening. Mayoritas orang dengan infeksi baru dan sistem imun yang baik akan menderita
infeksi laten. Penyakit tidak aktif pada kondisi seperti ini dan tidak akan
ditularkan. Pada pasien dengan respon inum kurang baik, tuberkulosis akan progresif,
kerusakan jaringan paru-paru terus berlangsung, dan area lain paru-paru juga
akan terkena.
Pada
TB sekunder, penyakit diaktifkan pada tahap kemudian. Pasien mungkin terinfeksi
kembali dari air liur, atau dari luka utama sebelumnya. Karena pasien telah
sebelumnya terinfeksi TB, respon imun akan dengan cepat membatasi infeksi. Area
berongga ini terjadi ketika seseorang kontak dengan seseorang yang dicurigai
atau dinyatakan menderita TB. Pasien ini tidak mempunyai tes kulit positif,
gejala atau tanda penyakit, atau perubahan-perubahan sinar x pada dada. Mereka
bisa jadi atau bisa juga tidak mengidap tuberculin positif, namun tidak ada
gejala penyakit. Rontgen dada mungkin menunjukkan granuloma atau
klasifikasi.
4. Klasifikasi
Andra dan Yessie (2013) menjelaskan klasifikasi
TB paru adalah sebagai berikut:
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala
klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya.
Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk
menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB
paru dibagi sebagai berikut:
a. TB paru BTA positif dengan kriteria:
1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali,
mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong
radiologik positif 1 kali
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru
b. TB paru BTA negatif dengan kriteria:
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai
dengan TB paru aktif
2) BTA negatif, biarkan negatif tetapi radiologik
positif
c. Bekas TB paru dengan kriteria
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
2) Gejala klinik tidak ada atau gejala sisa akibat
kelainan paru
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB
inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih
mendukung).
Klasifikasi
menurut American Thoracic Society dalam Amin dan Hardhi (2015), adalah
sebagai berikut:
a.
Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi,
riwayat kontak negatif, tes tuberculin negatif.
b. Kategori 1: terpajan tuberkulosis, tapi tidak
terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif.
c. Kategori 2: terinfeksi tuberkulosis, tetapi
tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis dan sputum negatif.
d. Kategori 3: terinfeksi tuberkulosis dan sakit
Sedangkan
menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu: (Sudoyo Aru dalam Amin &
Hardhi, 2015).
a. Kategori 1, ditujukan terhadap:
1) Kasus baru dengan sputum positif
2) Kasus baru dengan bentuk TB berat
b. Kategori 2, ditujukan terhadap:
1) Kasus kambuh
2) Kasus gagal dengan sptum BTA positif
c. Kategori 3, ditujukan terhadap:
1) Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang
luas
2) Kasus TB ekstra paru selain yang disebut dalam
kategori
d. Kategori 4, dutujukan terhadap: TB kronik
5. Insiden
Angka
pravalensi tuberkulosis pada tahun 2014 sebesar 647/100.000 penduduk meningkat
dari 272/100.000 penduduk pada tahun sebelumnya, angka insiden tahun 2014
sebesar 399/100.000 penduduk dari sebelumnya sebesar 183/100.000 penduduk pada
tahun 2013, demikian juga dengan angka mortalitas pada tahun 2014 sebesar
41/100.000 penduduk, dari 25/100.000 penduduk pada tahun 2013. (WHO, Global
Tuberculosis Report, 2015)
Angka
notifikasi kasus baru tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis pada tahun
2015 di Indonesia sebesar 74 per 100.000 penduduk, menurun dibandingkan tahun
2014 yang sebesar 77 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka notifikasi seluruh
kasus tuberkulosis pada tahun 2015 sebesar 130 per 100.000 penduduk meningkat
dibandingkan tahun 2014 sebesar 129 per 100.000 penduduk. (Kemenkes RI, 2015)
Menurut catatan medical record RSUD Latemmamala
Soppeng pada tahun 2015 penderita TB untuk rawat inap yaitu 45 orang dimana
penderita laki-laki sebanyak 21 orang (46,7%) dan perempuan sebanyak 24 orang
(53,3%). Pada tahun 2016 penderita TB pada rawat inap yaitu 41 orang dimana
penderita laki-laki sebanyak 25 orang (60,9%) dan perempuan sebanyak 16 orang
(39%). Pada tahun 2017 bulan Januari-Juni penderita TB untuk rawat inap yaitu 45 orang dimana
penderita laki-laki sebanyak 28 orang
(62,2%) dan perempuan sebanyak 17 orang (37,7).
6. Patofisiologi
Andra dan Yessie
(2013) menjelaskan tentang patofisiologi dari penyakit TB adalah sebagai
berikut:
Basil tuberkel
yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhilasi sebagai suatu unit
yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah
berada dalam ruang alveolus (biasanya dibagian bawah lobus atas atau
dibagian atas lobus bawah) basil tuberkulosis ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari
pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia
akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan
kerusakan jaringan paru atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus
difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui
kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid
yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama
10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang
relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis
kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
dan sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk
jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer
paru-paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Ghon
yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan
menjalani pemeriksaan bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali
pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga
tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan
perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama
atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dengan menjadi tempat
peradagan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh
darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan
mencapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner). Penyebaran
hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier.
Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler
ke organ-organ tubuh.
7. Manifestasi klinis
a. Menurut Mary DiGiulio, dkk (2014) tanda dan
gejala dari tuberkulosis yaitu:
1) Berat badan turun dan anoreksia
2) Berkeringat dingin
3) Demam, mungkin golongan yang rendah karena
infeksi
4) Batuk produktif dengan dahak tak berwarna,
bercak darah
5) Napas pendek karena perubahan paru-paru
6) Lesu dan lelah karena aktivitas paru-paru
terganggu
b. Menurut Andra dan Yessie (2013) gambaran klinik
TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala respiratorik dan gejala
sistemik.
1) Gejala respiratorik, meliputi:
a) Batuk
Gejala batuk timbul lebih dini dan
merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non
produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan
jaringan.
b) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk dahak terjadi karena pecahnya pembuluh
darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c) Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan
parenkim sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri
pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul bila sistem persarafan di pleura
terkena.
2) Gejala sitemik, meliputi:
a) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai
biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul
dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin
pendek.
b) Gejala sistem lain
Gejala sistemik sistem lain ialah
keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
c) Timbulnya keluhan biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak
napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian
besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan
berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada
awalnya mungkin non produktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan
sputum mukopurulen dengan hemoptisis.
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi
atipikal pada lansia, seperti perilaku tiada biasa dan perubahan status mental,
demam, anorexia dan penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan lebih dari
50 tahun dalam keadaan dormain.
c. Soedarto (2013) menjelaskan bahwa gejala klinis
yang terjadi tergantung pada jenis organ yang terinfeksi kuman ini. Infeksi paru-paru
(tuberkulosis paru) akan menimbulkan gejala batuk-batuk kronis yang berdahak
kadang-kadang berdarah (hemoptisis). Meskipun demikian sering penderita
tidak menunjukkan gejala klinis atau keluhan yang nyata selama bertahun-tahun (asimtomatis).
Gejala umum TBC
adalah anoreksia dan penurunan berat badan, tubuh terasa lelah dan lesu, demam
dan sering kedinginan. Pada TBC kulit, kelainan berupa ulkus atau papul yang
berkembang menjadi pustula yang berawarna gelap.
8. Komplikasi
Nixson Manurung (2016) menjelaskan bahwa
penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi,
yang dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Emplema
4) Laringitis
5) Menjelar ke organ lain seperti usus
b. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan napas: SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberculosis)
2) Kerusakan arenkim berat: SOPT, fibrosis paru, korpulmonal
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru dan sindrom gagal napas dewasa.
9. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Mansjoer, dkk dalam Amin dan Hardhi (2015), pemeriksaan diagnostik
yang dilakukan pada klien dengan Tuberculosis paru, yaitu:
a.
Laboratorium darah rutin
LED
normal/meningkat, limfositosis
b.
Pemeriksaan sputum BTA
Untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik
karena hanya 30-70% pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
c.
Tes PAP (Peroksidase Anti
Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
staining untuk menentukan adanya IgH spesifik terhadap basil TB.
d.
Tes Mantoux Tuberkulin
Merupakan uji serologi Imunoperoksidase memakai alat histogen
staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e.
Tekhnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA
kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
f.
Becton Dickinson diagnostik
instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak oleh mykobakterium tuberculosis.
g.
MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomanan yang direkatkan
pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam
jumlah memadai memakai warna sisir akan berubah.
h.
Pemeriksaan radiologi
Rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto thorax yang menunjang
diagnosis TB, yaitu:
1)
Bayangan lesi terletak di lapangan
paru atau segment apikal lobus bawah.
2)
Bayangan berwarna ( patchy ) atau
bercak ( nodular)
3)
Adanya kavitas, tunggal atau ganda
4)
Kelainan bilateral terutama di
lapangan atas paru
5)
Adanya klasifikasi
6)
Bayangan menetap pada foto ulang
beberapa minggu kemudian
7)
Bayangan milier
Sedangkan menurut Arif Muttaqin (2013) pemeriksaan diagnostik pada TB paru
adalah sebagai berikut:
a.
Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu
lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan
fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan Rontgen menemukan suatu
kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali lokasi di
lobus bawah dan biasanya ada disekitar hilus. Kerakteristik kelainan ini
terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan
batas lesi yang tidak jelas.
b.
Pemeriksaan CT Scan
Dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan
dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal,
klasifikasi nodul, dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas
bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emfisema perisikatriksial.
c.
Radiologis TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut
dan TB paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah
infeksi primer. TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara
masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering
disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT.
Pada beberapa klien, didapatkan bentuk berupa granul-granul halus atau
nodul-nodul sangat kecil yang menyebar secara difus dikedua lapangan paru. Pada
saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung
banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.
d.
Pemeriksaan Laboratorium
Bahan pemeriksaan untuk isolasi mycobacterium tuberculosis berupa:
1)
Sputum
Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama keluar. Jika sulit
didapatkan maka sputum dikumpulkan dalam 24 jam.
2)
Urine
Urine yang diambil adalah urine pertama di pagi hari atau urine yang
dikumpulkan selama 12-24 jam.
3)
Cairan kumbah lambung
Umumnya bahan pemeriksaan ini digunakan
jika anak-anak atau klien tidak dapat mengeluarkan sputum. Diambil pada
pagi hari sebelum sarapan.
4)
Bahan-bahan lain
Misalnya pus, cairan serebrospinal (sum-sum tulang belakang), cairan
pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab tenggorok.
10. Penatalaksanaan
medik
a.
Pengobatan
Andra dan Yessie (2013) menjelaskan tentang cara pengobatan penyakit
tuberkulosis adalah sebagai berikut:
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan
tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisan,
INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan
adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide, Amoksisilin + asam klavulanat,
derivat Rifampisin/INH, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 1
Obat Anti TB serta cara kerja potensi dan dosisnya
Obat Anti TB Esensial
|
Aksi
|
Potensi
|
Rekomendasi dosis
(mg/kg BB)
|
||
Per hari
|
Perminggu
|
||||
3x
|
2x
|
||||
Isoniazid
Rifamphisin
Pirasinamid
Streptomisin
Etambutol
|
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakteriostatik
|
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah rendah
|
5
10
25
15
15
|
10
10
35
15
30
|
15
10
50
15
45
|
Untuk
keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu bedasarkan
lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik,
hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu perlu pemahaman
tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed
Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oeh WHO yang terdiri
dari lima komponen yaitu:
1)
Adanya komitmen politis berupa
dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2)
Diagnosis TB melalui pemeriksaan
dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti
pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang
memiliki sarana tersebut.
3)
Pengobatan TB dengan paduan OAT
jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4)
Kesinambungan ketersediaan padua OAT
jangka pendek yang cukup
5)
Pencatatan dan pelaporan yang baku.
b.
Pencegahan
Menurut Najmah (2016) berikut ini merupakan pencegahan primer, sekunder,
dan tersier tuberkulosis.
1)
Pencegahan primer
a)
Tersedia sarana-saran kedokteran,
pemeriksaan penderita, kontak atau suspect gambas, sering dilaporkan,
pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.
b)
Petugas kesehatan dengan memberikan
penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan
akibat yang ditimbulkannya.
c)
Pencegahan pada penderita dapat
dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak
disembarangan tempat.
d)
Pecegahan infeksi dengan cuci tangan
dan praktek menjaga kebersihan rumah harus dipertahankan sebagai kegiatan
rutin. Dekontaminasi udara dengan cara ventilasi yang baik dengan bisa
ditambahkan dengan sinar UV.
e)
Imunisasi orang-orang kontak
Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat dekat (keluarga, perawat,
dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG
dan tindak lanjut bagi positif yang tertular.
f)
Mengurangi dan menghilangkan kondisi
sosial yang mempertinggi risiko terjadinya infeksi misalnya kepadatan hunian.
g)
Lakukan eliminasi terhadap ternak
sapi yang menderita TB bovinum dengan cara menyembelih sapi-sapi yang tes
tuberkulinnya positif, susu di pasteurasi sebelum dikonsumsi.
h)
Lakukan upaya pencegahan terjadinya
silikosis pada pekerja pabrik dan tambang.
2)
Pencegahan Sekunder
a)
Pengobatan Preventif, diartikan
sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian
pengobatan INH sebagai pencegahan.
b)
Isolasi pemeriksaan kepada orang-orang
yang terinfeksi, pengobatan khusus TBC. Pengobatan mondok di rumah sakit hanya
bagi penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program
pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak
dikehendaki pengobatan jalan.
c)
Pemeriksaan bakteriologis dahak pada
orang dengan gejala TB paru.
d)
Pemeriksaan screening dengan
tuberculin test pada kelompok beresiko tinggi, seperti para emigrant,
orang-orang kontak dengan penderita, petugas di rumah sakit, petugas/guru di
sekolah, petugas foto rontgen.
e)
Pemeriksaan foto rontgen pada
orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaan tuberculin test.
f)
Pengobatan khusus
Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat kombinasi
yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang
lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan
pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
3)
Pencegahan tersier
a)
Tindakan mencegah bahaya penyakit
paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debu para pekerja tambang,
pekerja semen, dan sebagainya
b)
Rehabilitasi
B.
Konsep Dasar
Asuhan Keperawatan
Tarwoto dan Wartonah (2015) menjelaskan proses keperawatan adalah metode
pengorganisasian yang sistematis dalam melakukan asuhan keperawatan pada
individu, kelompok, dan masyarakat yang berfokus pada identifikasi dan
pemecahan masalah dari respon pasien terhadap penyakitnya. Proses keperawatan
digunakan untuk membantu perawat melakukan praktek keperawatan secara
sistematis dalam memecahkan masalah keperawatan. Dengan menggunakan metode ini
perawat dapat mendemonstrasikan tanggung jawab pada klien, sehingga kualitas
praktek keperawatan dapat meningkat.
Dalam proses keperawatan ada 5 tahap. Dimana tahap-tahap tersebut tidak
dapat dipisahkan, dan saling berhubungan. Tahap-tahap ini secara bersama-sama
membentuk lingkaran pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang mengulangi
kembali dengan kontak pasien.
Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Pengkajian
2.
Diagnosa keperawatan
3.
Intervensi/perencanaan
4.
Implementasi/pelaksanaan
5.
Evaluasi
Kelima langkah
tersebut dapat dijadikan pedoman dalam mencapai tujuan keperawatan yaitu: meningkatkan,
mempertahankan kesehatan atau membuat pasien mencapai kematian dengan tenang
pada pasien terminal, serta memungkinkan pasien atau keluarga dapat mengatur
kesehatannya sendiri menjadi lebih baik.
1.
Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan proses dinamis yang terorgnisasi yang meliputi tiga
aktivitas dasar yaitu: pengumpulan data secara sistematis, memilih, dan
mengatur data yang diperlukan dan mendokumentasikan data dalam format yang
dapat dibuka kembali.
Pengkajian sebagai proses yang kegiatannya bertujuan mengumpulkan
informasi mengenai pasien. Informasi tersebut akan menentukan masalah kesehatan
yang meliputi: pengkajian fisik, observasi, wawancara, riwayat keperawatan,
analisa catatan laporan serta dokumen-dokumen lain yang terkait dengan
pengkajian data dasar keperawatan yang perlu dikaji adalah:
a.
Biodata
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
suku/bangsa, status pernikahan, pekerjaan, no.RM, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
dan diagnosa medic.
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
dan hubungan keluarga.
b.
Keluhan utama
1)
Alasan kunjungan: alasan klien masuk RS
2)
Faktor pencetus: bertahap atau mendadak
3)
Lamanya keluhan: sudah berapa lama
keluhan yang dirasakan oleh klien.
4)
Timbulnya keluhan: kapan keluhan
dirasakan
5)
Upaya yang dilakukan utnuk mengatasinya:
sendiri atau dibantu oleh orang lain.
c.
Riwayat kesehatan
1)
Riwayat kesehatan sekarang
2)
Riwayat kesehatan masalalu
3)
Riwayat kesehatan keluarga
d.
Riwayat psikososial
1)
Pola konsep diri
2)
Pola kognitif
3)
Pola koping
4)
Pola interaksi
e.
Riwayat spiritual
1)
Ketaatan klien beribadah
2)
Dukungan keluarga klien
3)
Ritual yang biasa dijalankan klien
f.
Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan umum
a)
Tanda-tanda distress
b)
Penampilan dihubungkan dengan usia
c)
Ekspresi wajah
2)
Tanda-tanda vital seperti tekanan darah,
nadi, suhu, pernapasan.
3)
Kepala
a)
Inspeksi: kesimetrisan muka, tengkorak
serta warna rambut
b)
Palpasi: massa, pembengkakan dan nyeri
tekan.
4)
Mata
a)
Inspeksi
(1)
Kelopak mata: perhatikan adanya droping
atau ptosis.
(2)
Konjungtiva: amati adanya conjungtivitis
atau anemia
(3)
Sclera: menilai apakah ada ikterik atau
tidak
(4)
Pupil: manilai reflex pupil terhadap
cahaya
(5)
Gerakan bola mata: amati 6 fungsi otot
mata dengan gerakan ke 8 arah.
(6)
Visus: pemeriksaan kedua mata dengan
menggunakan kartu snellen.
b)
Palpasi: palpasi kedua bola mata, bila
terasa keras berarti TIO meningkat.
5)
Telinga
a)
Inspeksi dan palpasi
(1)
Pinna: bentuk, warna, lesi, dan massa
(2)
Tragus: nyeri tekan
(3)
Lubang telinga: perhatikan apakah ada
serumen
(4)
Membran timpani: perhatikan bentuk,
warna, perforasi, cairan/darah.
6)
Hidung
a)
Inspeksi: kesimetrisan hidung bagian
luar
b)
Palpasi:
(1)
Palpasi hidung bagian luar, untuk
mengetahui adanya nyeri tekan.
(2)
Sinus: periksa adanya nyeri tekan pada
sinus maksilaris, frontalis,
etmoidalis.
7)
Mulut dan faring
a)
Inspeksi:
(1)
Mulut: warna bibir, adanya ulkus, lesi,
kelainan kongenital.
(2)
Faring: amati kesimetrisan ovula dan
pembesaran tonsil.
8)
Leher
a)
Inspeksi:
(1)
Tiroid: Amati kelenjar tiroid
(2)
Leher: amati bentuk, warna kulit,
pembengkakan dan massa
b)
Palpasi:
(1)
Kelenjar limfe: apakah ada pembesaran
(adenopati limfe)
(2)
Kelenjar tiroid: amati adanya pembesaran
gondok.
9)
Dada dan paru-paru
a)
Inspeksi
(1)
Bentuk dada: normal, barrel chest,
pigeon chest, funnel chest.
(2)
Ekspansi dada: perhatikan pengembangan
dadanya.
(3)
Sifat pernapasan: perut atau dada
(4)
Ritme pernapasan: eupneu, kusmaul,
biots, cheyne stoke
(5)
Frekuensi pernapasan: normal, tachypneu,
bradipnea.
b)
Palpasi: adanya nyeri tekan dan
kesimetrisan ekspansi dada
c)
Perkusi: identifikasi bunyi perkusi paru
dan lokasi paru-paru
d)
Auskultasi: suara/bunyi nafas
(vesikuler, bronchovesikuler, bronchial).
10) Jantung
a)
Inspeksi: bentuk dada, denyut jantung
apeks (PMI)
b)
Palpasi: denyut apeks
c)
Perkusi: identifikasi bunyi perkusi
jantung dan lokasi jantung.
d)
Auskultasi:
(1)
Dengarkan BJ I dengan meletakkan
stetoskop pada area mitral dan trikuspidalis
(2)
Dengarkan BJ II dengan meletakkan
stetoskop pada area aorta dan pulmonalis.
11) Payudara dan
aksila
a)
Inspeksi: puting dan areola mammae
(bentuk, kesimetrisan, warna, kulit, vaskularisasi).
b)
Palpasi: adanya nyeri tekan dan benjolan
pada aksila
12) Abdomen
a)
Inspeksi: kesimetrisan dan warna kulit
abdomen
b)
Auskultasi: rasakan apakah ginjal teraba
atau tidak
c)
Palpasi: kandung kemih (untuk mengetahui
adanya distensi kandung kemih).
13) Lengan dan tungkai
Otot: periksa adanya pitting edema, perhatikan apakah atropi atau
hipertropi.
14) Genetalia
a)
Genetalia wanita
(1)
Inspeksi: kualitas dan penyebaran
pertumbuhan rambut pubis, serta karakteristik permukaan labia mayora.
(2)
Palpasi: kaji ketegangan otot pada saluran
vagina dan palpasi kelenjar perineum.
b)
Genetalia pria
(1)
Inspeksi: kaji kematangan seksual klien
dengan memperhatika ukuran, bentuk penis, dan tekstur dari kulit scrotum serta
karakteristik dan penyebaran rambut pubis.
15) Rectum dan anus
a)
Inspeksi: kulit daerah perinial (halus,
lembab, lesi, hemoroid eksternal, ulkus).
b)
Palpasi: kelenjar prostat untuk
menentukan bentuk, kepadatan, nyeri dan lesi.
16) Pengkajian
neurologis
Tes Fungsi Cerebral
a)
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan
menggunakan GCS
(1)
Respon membuka mata (E)
(2)
Respon motorik (M)
(3)
Respon verbal (V)
b)
Menilai tingkat kesadaran: komposmentis,
apatis, delirium, samnolen, semikoma, koma.
c)
Orientasi: orientasi terhadap orang,
tempat, dan waktu.
Tes Fungsi
Nervus Cranialis
a)
Nervus I (olfaktorius): sebagai persepsi
penciuman
b)
Nervus II (optikus): untuk persepsi
penglihatan
c)
Nervus III (okulomotorius): saraf
motorik otot bola mata
d)
Nervus IV (trochlearis): saraf motorik
m.obliqus superior dan saraf sensorik spindle otot informasi indera m.oblikus
superior.
e)
Nervus V (trigeminus): saraf sensorik
pada wajah, cavum nasi, dan cavum oris.
f)
Nervus VI (abducens): saraf motorik dan
sensorik m.rectus lateralis bola mata.
g)
Nervus VII (facialis): saraf motorik
otot ekspresi wajah dan saraf sensorik reseptor pengecapan dua per tiga bagian
anterior lidah.
h)
Nervus VIII (vestibulocochlearis): saraf
sensorik untuk indera pendengaran.
i)
Nervus IX (glosofaringeus): saraf
motorik untuk menelan dan saraf sensorik untuk posterior lidah, pharynx dan
larynx.
j)
Nervus X (vagus): saraf motorik untuk hampir
semua organ thorax dan abdomen, saraf sensorik untuk pharinx, larinx, trachea,
esophagus, cor, dan viscera abdominalis.
k)
Nervus XI (accesorius): saraf motorik
untuk volunter pharyx dan larynx.
l)
Nervus XII (hypoglossus): saraf motorik
otot lidah.
Tes Fungsi
Cranial
a)
Tandem walk: catat adanya ketidak
seimbangan/salah jalan.
b)
Tes Romberg”s: catat apakah klien dapat
mempertahankan keseimbangannya.
Tes Fungsi
Sensori
a)
Tes nyeri: gunakan jarum steril, minta
klien untuk tutup mata, kemudian tusukkan perlahan jarum kekulit klien, tanya
apa yang dirasakan.
b)
Sentuhan: minta klien utnuk tutup mta,
kemudian sentuh klien dengan pilinan kapas, minta klien untuk merasakannya.
c)
Vibrasi: gunakan garputala, kemudian
setelah bergetar letakkan pada persendian klien, normalnya klien akan merasakan
getaran garputala kesegala arah.
d)
Posisi: minta klien untuk menutup mata
gerakkan satu jari anda atau gerakkan ibu jari naik turun pada sisi jari-jari
klien dan minta klien menyebutkan arah
gerakan jari tersebut.
Pemeriksaan
refleks
a)
Refleks biseps: respon normal bila ada
fleksi pada lengan bawah dan kontraksi
otot biseps.
b)
Refleks triseps: respon normal bila ada
ekstensi pada lengan bawah dan kontraksi otot triseps.
c)
Refleks patella: hasil positif terjadi
kontraksi otot quadriceps dan ekstensi ekstremitas bawah.
d)
Refleks Achilles: respon normal adalah
fleksi flantar kaki
e)
Refleks abdomen: positif jika terjadi
kontraksi dinding perut.
f)
Refleks babinski: positif bila terdapat
gerakan dorsoekstensi dari ibu jari kaki dan gerakan abduksi dari jari-jari
lainnya.
Tes Rangsang
Meningeal
a)
Kaku kuduk: kaji apakah ada tahanan
b)
Tanda Brudzinki: positif jika terjadi
fleksi pada kedua lutut
c)
Kernig sign: positif jika terdapat
tahanan dan terdapat rasa nyeri
d)
Lasaque sign: positif jika diikuti
ekstensi tungkai yang lain.
Data dasar
pengkajian pasien menurut Marylinn E.Doenges, dkk (2012):
1.
Keluhan yang lazim ditemukan:
batuk-batuk dengan sputum, nyeri dada, kesulitan bernafas, batuk darah, demam
dan lemah.
2.
Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan
Napas
pendek karena kerja
Kesulitan
tidur pada malam atau demam malam hari, menggigil
dan/atau berkeringat.
Mimpi
buruk
Tanda : Takikardi, takipnea/dispnea pada kerja.
Kelelahan
otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut)
3.
Integritas ego
Gejala : Adanya/faktor stres lama
Masalah
keuangan, rumah.
Perasaan
tak berdaya/tak ada harapan
Populasi
budaya/etnik: Amerika Asli atau imigran dari Amerika
Tengah, Asia Tenggara, Indian, anak benua.
Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini).
Ansietas,
ketakutan, mudah terangsang.
4.
Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tak
dapat mencerna
Penurunan
berat badan
Tanda : Turgor kulit, kering/kulit besisik
Kehilangan
otot/hilang lemak subkutan
5.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk
berulang
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit.
Perilaku
distraksi, gelisah
6.
Pernapasan
Gejala : Batuk, produktif atau tak produktif
Napas
pendek
Riwayat
tuberkulosis/terpajan pada individu terinfeksi.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural).
Bunyi napas: menurun/tak ada
secara bilateral atau unilateral (effusi pleural/pneumotorak).
Bunyi napas tubuler dan/atau bisikan
pektoral di atas lesi luas. Krekels tercatat di atas aspek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekelels posttussie).
Karakteristik
sputum: hijau/purulen, mukoid kuning, atau
bercak darah.
Deviasi
trakeal (penyebaran bronkogenik)
Tak
perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan
mental (tahap lanjut).
7.
Keamanan
Gejala : Adanaya kondisi penekanan imun,
contoh AIDS, kanker.
Tes HIV
positif.
Tanda : Demam rendah
8.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga TB
Ketidakmampuan
umum/status kesehatan buruk
Gagal
untuk membaik/kambuhnya TB
Tidak
berpartisipasi dalam terapi.
Pertimbangan rencana pemulangan:
Memerlukan
bantuan dengan/gangguan dalam terapi obat
bantuan perawatan diri dan pemeliharaan/ perawatan
rumah.
9.
Pemeriksaan diagnostik
1)
Kultur sputum positif untuk
mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
2)
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada
gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam-cepat.
3)
Tes kulit (PPD, Mantoux, potongan
vollmer) reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72
jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan
adanya antibody tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi
bermakna pada pasien yang secara klinik sakit bararti bahwa TB aktif tidak
dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
4)
ELISA/Western Blot dapat menyatakan
adanya HIV.
5)
Foto torak dapat menunjukkan infiltrasi
lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau efusi
cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area
fibrosa.
8)
Histologi atau kultur jaringan (termasuk
pembersihan gaster, urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk
mycobacterium tuberculosis.
9)
Biopsi jarum pada jaringan paru positif
untuk granuloma TB, adanya sel raksasa menujukkan nekrosis.
10) Elektrosit dapat
tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi, contoh hiponatremia
disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis
luas.
11) GDA dapat normal
tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
12) Pemeriksaan
fungsi paru penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan
rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saluran oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim, fibrosa, kehilangan jaringan paru dan
penyakit pleural (TB paru kronis luas).
10. Prioritas
keperawatan
1)
Meningkatkan/mempertahankan
ventilasi/oksigenasi adekuat
2)
Mencegah penyebaran infeksi
3)
Mendukung perilaku/tugas untuk
mempertahankan kesehatan
4)
Meningkatkan strategi koping efektif
5)
Memberikan informasi tentang proses
penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
11. Tujuan
pemulangan
1)
Fungsi pernapasan adekuat untuk memenuhi
kebutuhan individu
2)
Komplikasi dicegah
3)
Pola hidup/perilaku berubah diadopsi
untuk mencegah penyebaran infeksi.
4)
Proses penyakit/prognosis dan program
pengobatan dipahami.
2.
Dampak terhadap kebutuhan dasar manusia
3.
Diagnosa keperawatan
Menurut Marilynn
E.Doenges, dkk (2012), diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan
tuberculosis adalah :
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, hemoptisis; kelemahan, upaya
batuk buruk; dan edema trakheal/faringeal.
2.
Ketidakefektifan pola pernapasan
berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder tehadap penumpukan cairan
dalam rongga pleura.
3.
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis; kerusakan
membran alveolar-kapiler; sekret kental, tebal; edema bronkial.
4.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan metabolisme
tubuh.
5.
Cemas berhubungan dengan adanya ancaman
kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas) dan prognosis
penyakit yang belum jelas.
6.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di
rumah.
7.
Resiko tinggi penyebaran infeksi
berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja
silis/statis sekret; kerusakan jaringan/tambahan infeksi; penurunan
pertahanan/penekanan proses inflamasi; malnutrisi; terpajang lingkungan; kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
4.
Rencana asuhan keperawatan
Menurut Tarwoto dan
Wartonah (2015) pada tahap perencanaan ada empat hal yang harus diperhatikan,
yaitu menentukan prioritas, menentukan tujuan, melakukan kriteria hasil dan
merumuskan intervensi.
a.
Menentukan prioritas masalah
Berdasarkan Hierarki Maslow
1)
Kebutuhan fisiologis, merupakan
kebutuhan dasar yang sangat prioritas karena menentukan kehidupan, misalnya
kebutuhan oksigen, kebutuhan cairan, nutrisi, eliminasi, istirahat, tidur.
Contoh: nutrisi kurang dari kebutuhan, pola nafas tidak efektif.
2)
Kebutuhan keselamatan den keamanan,
termasuk dalam kebutuhan ini adalah keselamatan dan keamanan secara fisik
maupun psikologis.
Contoh: resiko cedera jatuh.
3)
Kebutuhan akan harga diri, termasuk
kepercayaan diri, nilai-nilai, merasa bermakna.
Contoh: gangguan body image
4)
Kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan
dimana individu merasa mencapai sukses terhadap masalah atau situasi.
Contoh: keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.
b.
Menentukan tujuan
Dalam menentukan tujuan, digambarkan kondisi yang diharapkan disertai
jangka waktu.
Contoh: terjadi penurunan berat badan dalam tiga hari perawatan.
c.
Menentukan kriteria hasil
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan kriteria hasil adalah:
1)
Bersifat spesifik dalam hal isi dan
waktu.
Contoh: pasien dapat menghabiskan satu porsi makanan selama 3 hari
setelah operasi.
2)
Bersifat realistik, artinya dalam
menentukan tujuan harus dipertimbangkan faktor fisiologis/patologi penyakit
yang dialami dan sumber yang tersedia, serta waktu pencapaian.
3)
Dapat diukur, artinya pasien dapat
menyebutkan tujuan batuk efektif dengan benar dan mendemonstrasikan cara batuk
efektif.
4)
Mempertimbangkan keadaan dan keinginan
pasien
5)
Berpusat pada pasien, artinya rencana
tindakan untuk mengatasi masalah pasien.
d.
Merumuskan intervensi dan aktivitas
perawatan
Rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan
secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai
dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.
Berikut merupakan rencana asuhan keperawatan pada penyakit TB paru
(Marilynn E.Doenges dkk, 2012):
a.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, hemoptisis; kelemahan, upaya
batuk buruk; dan edema trakheal/faringeal.
Tujuan: Kebersihan jalan napas kembali efektif
Kriteria:
1)
Mempertahankan jalan napas klien
2)
Pernapasan klien normal (16-24 x/i)
3)
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Tabel. 2
Rencana asuhan
keperawatan TB Paru
Diagnosa I
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji fungsi pernapasan seperti: bunyi napas, kecepatan,
irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
2.
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif,
catat karakter jumlah sputum, adanya hemoptisis.
3.
Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu
klien untuk batuk efektif dan latihan napas dalam.
4.
Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
kecuali kontra indikasi, atau anjurkan minum air hangat.
5.
Beri obat-obat sesuai indikasi.
a.
Agen mukolitik
b.
Bronkhodilator
|
1.
Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis
ronchi, mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidak mampuan untuk membersihkan
jalan napas.
2.
Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental. Sputum
berdarah kental diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkial.
3.
Posisi dapat membantu memaksimalkan ekspansi paru, ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan
gerakan secret
kedalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.
4.
Pemasukan cairan dapat membantu untuk mengencerkan
secret sehingga mudah untuk dikeluarkan.
5.
Agen mukolitik: menurunkan kekentalan secret untuk
memudahkan pembersihan. Bronkhodilator: meningkatkan ukuran lumen percabangan
trakeobronkhial, sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
|
b.
Ketidakefektifan pola pernapasan
berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder tehadap penumpukan cairan
dalam rongga pleura.
Tujuan: Pola napas kembali efektif
Kriteria:
1)
Klien mampu melakukan batuk efektif
2)
Irama, frekuensi, dan kedalaman
pernapasan berada pada batas normal.
Tabel. 3
Rencana asuhan
keperawatan TB Paru
Diagnosa II
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Identifikasi faktor penyebab
2.
Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan,
dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital.
3.
Berikan posisi fowler/semifowler tinggi dan miring pada
sisi yang sakit, bantu klien latihan napas dalam.
4.
Auskultasi bunyi napas.
|
1.
Menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat.
2.
Distres pernapasan dan perubahan tanda vital dapat
terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syok akibat hipoksia
3.
Memaksimalkan ekspansi paru dan mnurunkan upaya
bernapas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis.
4.
Bunyi napas dapat menurun/tak ada pada area kolaps yang
meliputi satu lobus, segmen paru,
|
Intervensi
|
Rasional
|
5.
Kaji pengembangan dada dan posisi trakhea.
|
seluruh area paru.
5.
Ekspansi paru menurun pada area kolaps. Deviasi trakhea
ke arah sisi yang sehat pada tension pneumothoraks.
|
c.
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis; kerusakan membran
alveolar-kapiler; sekret kental, tebal; edema bronkial.
Tujuan: Gangguan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria:
1)
Melaporkan tidak adanya/penurunan
dispnea
2)
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat
3)
Bebas dari gejala distres pernapasan
Tabel. 4
Rencana asuhan
keperawatan TB Paru
Diagnosa III
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya
pernapasan, ekspansi thoraks, dan kelemahan.
2.
Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat
sianosis dan/atau
Perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan
kuku.
3.
Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, bantu
kebutuhan perawatan diri.
4.
Pemberian O2 sesuai kebutuhan tambahan.
|
1.
TB Paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian
kecil bronkhopneumonia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi
pleura, dan fibrosis yang luas.
2.
Akumulasi sekret/pengaruh jalan napas dapat mengganggu oksigenasi
organ vital dan jaringan.
3.
Menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan
pernapasan.
4.
Terapi O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang
terjadi.
|
d.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan metabolisme
tubuh.
Tujuan: Intake nutrisi klien terpenuhi
Kriteria:
1)
Menunjukkan berat badan meningkat
2)
Klien dapat mempertahankan status
gizinya dari yang semula kurang menjadi adekuat
Tabel. 5
Rencana asuhan
keperawatan TB Paru
Diagnosa IV
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat
turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat badan, integritas
mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual muntah atau diare.
2.
Kaji pola diet pasien yang disukai atau tidak disukai
3.
Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara
periodik.
4.
Selidiki anoreksia mual dan muntah dan catat kemungkinan
hubugan dengan obat dan awasi frekuensi, volume, konsistensi.
5.
Berikan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah
makan serta sebelum dan sesudah pemeriksaan peroral.
6.
Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi
protein dan karbohidrat.
|
1.
Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan
pilihan intervensi yang tepat.
2.
Pertimbangan keinginan individu memperbaiki masukan
diet.
3.
Berguna dalam mengukur kefektifan nutrisi dan dukungan
cairan.
4.
Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi
area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan nutrisi.
5.
Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa
sputum atau obat pada pengobatan sistem pernapasan yang dapat merangsang
pusat muntah.
6.
Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak
perlu/kebutuhan energi dari makan makanan banyak dan menurunkan iritasi
gaster.
|
7.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi
dan jenis diet yang tepat.
|
7.
Merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori.
|
e.
Cemas berhubungan dengan adanya ancaman
kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas) dan prognosis
penyakit yang belum jelas.
Tujuan: Klien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria:
1)
Klien nampak lebih rileks dan santai
2)
Tidak ada tanda cemas pada raut wajah
klien
Tabel. 6
Rencana asuhan
keperawatan TB Paru
Diagnosa V
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Bantu dalam mengidentifikasi sumber koping yang ada.
2.
Ajarkan tekhnik relaksasi.
3.
Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan
klien
|
1.
Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif
sangat bermanfaat dalam mengatasi stres.
2.
Mengurangi ketegangan otot.
3.
Hubungan saling percaya membantu memperlancar proses
terapeutik.
|
Intervensi
|
Rasional
|
4.
Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas
5.
Bantu klien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
|
4.
Membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan
5.
Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, maka perasaan negatif dapat diketahui.
|
f.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di
rumah.
Tujuan: Klien mampu melaksanakan apa yang telah diinformasikan.
Kriteria:
1)
Menyatakan pemahaman proses
penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan
Tabel. 7
Rencana asuhan
keperawatan TB Paru
Diagnosa VI
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajarn
(pengetahuan klien).
2.
Berikan Health Education pada klien dan keluarga
klien tentang penyakit TB paru.
|
1.
Keberhasilan proses belajar dipengaruhi oleh kesiapan
fisik, emosional, dan lingkungan yang kondusif.
2.
Pendidikan kesehatan merupakan cara efektif untuk
memberikan informasi kepada klien
|
Intervensi
|
Rasional
|
3.
Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian, alasan
mengapa pengobatan TB berlangsung dalam waktu lama.
4.
Ajarkan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi
gejala/tanda reaktivasi penyakit.
5.
Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan
diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
6.
Evaluasi tentang pendidikan kesehatan yang
diberikan kepada klien dan keluarga klien.
|
3.
Meningkatkan partisipasi klien dalam program pengobatan
dn mencegah putus obat karena membaiknya kondisi pasien sebelum jadwal terapi
selesai.
4.
Dapat menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit dan
efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
5.
Memenuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan kelemahan
dan meningkatkan
penyembuhan. Cairan dapat mengencerkan sekret.
6.
Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman klien dan
keluarga klien tentang penyakit klien.
|
g.
Resiko tinggi penyebaran infeksi
berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja
silis/statis sekret; kerusakan jaringan/tambahan infeksi; penurunan
pertahanan/penekanan proses inflamasi; malnutrisi; terpajang lingkungan; kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
Tujuan: Tidak terjadi penyebran/penularan infeksi
Kriteria:
1)
Mencegah resiko penyebaran infeksi
2)
Menunjukkan teknik perubahan pola hidup
untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Tabel. 8
Rencana asuhan
keperawatan TB Paru
Diagnosa VII
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi.
2.
Identifikasi orang lain yang berisiko.
3.
Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada
tisu dan menghindari meludah.
4.
Awasi suhu sesuai indikasi.
|
1.
Membantu pasien menyadari perlunya program pengobatan untuk
mencegah pengaktifa berulang.
2.
Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat
untuk mencegah penyebaran infeksi.
3.
Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
infeksi.
4.
Reaksi demam indikator adanya reaksi lanjut.
|
5.
Tindakan keperawatan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) Implementasi merupakan tidakan yang
sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup
tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi.
Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan
pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau
perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
Implementasi keperawatan dapat berbentuk:
a.
Bentuk perawatan seperti melakukan
pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru atau mempertahankan masalah yang
ada.
b.
Pengajaran/pendidikan kesehatan pada
pasien untuk membantu menambah pengetahuan tentang kesehatan.
c.
Konseling pasien untuk memutuskan
kesehatan pasien
d.
Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga
profesional kesehatan lainnya sebagai bentuk perawatan holistik.
e.
Bentuk pelaksanaan secara spesifik atau
tindakan untuk memecahkan masalah kesehatan.
f.
Membantu pasien dalam melakukan
kesehatan sendiri.
g.
Melakukan monitoring atau pengkajian
terhadap komplikasi yang mungkin terjadi terhadap pengobatan atau penyakit yang
dialami.
6.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah
membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil
yang telah ditetapkan.
Tujuan dari evaluasi adalah:
a.
Mengevaluasi status kesehatan pasien
b.
Menentukan perkembangan tujuan perawatan
c.
Menentukan efektivitas dari rencana
keperawatan yang telah ditetapkan.
d.
Sebagai dasar menentukan diagnosis
keperawatan sudah tercapai atau tidak,
atau adanya perubahan diagnosis.
Evaluasi
perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasil tindakan keperawatan.
Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai
dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Langkah-langkah evaluasi adalah
sebagai berikut:
a.
Daftar tujuan-tujuan pasien
b.
Lakukan pengkajian apakah pasien dapat
melakukan sesuatu
c.
Bandingkan antara tujuan dengan
kemampuan pasien.
d.
Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan
dapat tercapai atau tidak.
Jika tujuan
tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan
keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan
perubahan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin,
dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 3.
Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Andra, dan Yessie. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1.
Yogyakarta: Nuha Medika.
DiGiulio,
Mary dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Doenges,
Marylinn E. dkk. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:EGC.
Farandika,
Reiza. 2014. Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia. Depok: Vicost Publishing.
Manurung,
Nixson. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta: Trans Info Media.
Muttaqin,
Arif. 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba
Medika.
Najmah.
2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media.
Soedarto.
2013. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.
Syaifuddin.
2014. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan Dan Kebidanan. Edisi
4. Jakarta: EGC.
Tarwoto,
dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.
betway 1xbet korean review | legalbet.co.kr
BalasHapusBetway 1xbet korean review. The current status of the 1xbet korean brand is listed here.